Sakaratul Maut
Seorang muslim tidak masalah panjang umur, percuma berumur seperti Nabi Nuh 950 tahun akan tetapi digunakan terus untuk bermaksiat, lebih baik pendek namun digunakan terus untuk beribadah. Kata penyair “Berbekallah kamu dengan ketakwaan, kalau sudah sampai malam, apakah terjamin umurmu sampai pagi? Berapa banyak orang yang sehat mati tanpa penyakit? Berapa banyak orang yang sakit-sakitan tidak mati-mati? Berapa banyak pemuda merasa sehat pagi sambil menggunting-gunting kain kafan, sore telah terbungkus dalam kain kafan?”
Inilah umur bukan milik kita, nyawa tidak memakai pendaftaran, dan mati tidak memakai formulir. Yang penting adalah berbekal untuk kematian. Padahal kita pergi haji saja membawa sekian banyak bekal padahal kalaupun kita kehabisan bekal di Mekkah, haus masih tersedia air zam-zam, makanan habis pun masih banyak yang bisa kita mintai makanan. Kalau kita di akhirat, kepada siapa kita akan meminta? Di padang mahsyar sudah tidak ada lagi yang menjual es campur.
Tidak ada orang yang bisa mengetahui sakitnya sakaratul maut secara persis kecuali orang yang telah mati. Adapun yang belum mati hanya mengambil ibarat itu dari pengqiasan. Kalau tubuh kita disabet dengan pedang, sakit yang terasa hanya menyentuh, bagaimana jika dikelupas?
Rasa sakit pada saat nyawa dicabut sangat berat hibgga menyebar ke seluruh tubuh, urat, tulang sumsum, dan seluruh persendian. Bahkan seluruh pangkal rambut hingga ujung kaki terasa sakit menahan perihnya sakaratul maut. Jangan bertanya tentang keperihan dan kepedihan pada saat sakaratul maut hingga para ulama berkata sakitnya lebih sakit dari disabet dengan pedang, lebih pedih ketimbang digergaji, dan lebih pedih dibanding dicabik-cabik dengan alat pemotong.
Orang yang dipukul anggota tubuhnya masih bisa berteriak, karena masih ada kekuatan dalam lisannya. Namun orang yang menghadapi skaratul maut sudah tidak mampu lagi untuk bersuara, apalagi berteriak. Karena kekuatan sudah melemah, dan kepedihan sudah sampai ke titik klimaks hingga menyayat-nyayat hati. Begitu pula seluruh jasad menahan sakaratul maut yang amat sangat yang membuat seluruh organ tubuh lunglai lemas terkulai. Sementara pikiran kalut dan bingung menahan derita, lisan menjadi bisu, dan seluruh persedian lemas terkulai.
Andaikata sang mayit mampu berteriak untuk melupakan kepediahan yang dialami, maka ia akan lakukan. Tetapi hal itu adalah sangat tidak mungkin kalaupun masih tersisa kekuatan, maka ia hanya mampu mendengar ruh dicabut dan menahan pedih perihnya nyawa ditarik dan tinggal suara dengkuran dan sekarat yang terdengar dari tenggorokan dan dada. Semua warna kulit berubah, rasa sakit yang amat sangat menyebar ke seluruh tubuh, bagian luar dan dalam. Mata melotot, mulut terkunci rapat, ujung jari menggenggam, urat nadi dan seluruh otot jasad mulai membeku satu per satu.
Pada saat itu seluruh anggota tubuh mengalami sekarat dan kematian satu per satu, saat itu harapan dan cita-cita putus, pintu taubat sudah ditutup, untuk mengolah dunia sudah tidak ada harapan lagi. Sikap frustasi. Sampai pada titik klimaksnya. Semoga Allah melindungi kita pada saat terjadi terjadi sakaratul maut.
Karena itu kita banyak melihat banyak cara orang meninggal. Salaman Al Farisi berkata “Jika kamu melihat orang meninggal, dahinya mengucur, matanya berlinang, hidungnya mekar, maka ini adalah tanda-tanda khusnul khotimah” dari hadists sahih “Matinya orang mukmin dengan keringat yang ada di dahi”.